Sabtu, 17 Juli 2010

Siswa SMAN 1 Gamping Minta Bantuan LBH
JOGJA - Lima siswa SMAN 1 Gamping Sleman yang tidak naik kelas, kembali mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja, kemarin (15/7). Kepada LBH Jogja, mereka meminta solusi terhadap peristiwa yang menimpa mereka.
Sekadar diketahui, sebanyak 13 siswa SMAN 1 Gamping kelas X dan XI tidak naik kelas. Diduga, ketidaknaikan mereka karena penilaian subyektif dari pihak sekolah. Para siswa menduga, tidak naik kelas karena terkait dengan aksi unjuk rasa pernah mereka lakukan di sekolah pada 3 November 2009.
Kala itu, sekitar 120 siswa SMAN 1 Gamping melakukan aksi unjuk rasa menuntut kepengurusan komite sekolah diganti. Mereka menilai komite tidak transparan dalam mengelola keuangan. Setelah aksi itu berakhir, ternyata beberapa koordinator aksi unjuk rasa tidak naik kelas.
Anggota Dewan Pendidikan Provinsi DIJ Hemy Dendi menyatakan akan menindak kepada sekolah jika terbukti melakukan penilaian siswa secara subyektif. ’’Namun kami akan melakukan kroscek dahulu kepada pihak sekolah. Itu perlu dilakukan agar masing-masing pihak tidak dirugikan,’’ ujar Hemy pada kesempatan temu muka dengan siswa di LBH .
Menurut dia, dewan perlu mencari tahu dari kedua belah pihak soal ketidaknaikan 13 siswa tersebut. Faktor kenaikan kelas bisa dari berbagai komponen seperti nilai siswa yang memang tidak mencukupi ataukah human error dari sekolah ketika memberikan penilaian terhadap siswa. ’’Kami akan lihat dulu penyebabnya, kami tidak mau memberikan penilaian dulu,’’ tegasnya.
Secara pribadi dia, belum menerima pemberitahuan resmi dari Dinas Pendidikan untuk menangani masalah ini. Selain dari dari media massa, Dendy baru mendengar soal ini dari siswa yang tidak naik kelas. ’’Untuk itulah kami ke LBH untuk mencari kebenaran permasalahan ini,’’ imbuhnya.
Sedangkan salah satu siswa yang tak naik kelas Ginanjar Wahyu Wibowo, menyatakan, nilainya dan nilai teman-temannya memenuhi syarat untuk naik kelas. Tapi kenyataannya, dia tidak naik kelas. ’’Memang sebelumnya ada guru yang juga menjabat bendahara pernah mengancam, bila ikut demo maka tidak akan naik kelas,’’ cerita Wahyu.
Direktur LBH Jogja M Irsyad Thamrin mengatakan, jika memang ketidaknaikan siswa karena ikut unjuk rasa, itu menjadi kesalahan yang besar. ’’Sebab demo sebagai bentuk menyampaikan aspirasi, bahkan dilindungi oleh hukum yang jelas,’’ ingatnya.
Sementara itu, pihak sekolah SMAN 1 Gamping memberikan kesempatan pada siswa yang tidak naik kelas untuk mengikuti tes atau ulangan umum secepatnya. Tes ulangan ini untuk mata pelajaran yang belum tuntas. (cr1)
Patrialis Akbar:
Penjara Penuh, Kepala Sudah Saling Ketemu
Penegakkan hukum harus mengacu pada rasa keadilan masyarakat.
Jum'at, 16 Juli 2010, 14:43 WIB
Amril Amarullah
Menkumham Patrialis Akbar Meninjau Lapas Paledang (ANTARA/Jafkhairi)
VIVAnews -

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM) Patrialis Akbar menilai putusan 15 tahun penjara terhadap tuna netra di Medan karena terbukti menyimpan narkoba jenis ganja, agak mengabaikan rasa keadilan masyarakat.

Sebagai solusi, kata Patrialis, aparat penegak hukum di lapangan perlu mempertimbangan hukum alternatif bagi pelaku kejahatan yang dilakukan orang kecil.

"Dengan demikian, jangan lagi ada orang yang karena kekeliruan atau kesalahan kecil di penjara," kata Patrialis Akbar saat meresmikan berfungsinya Kanwil Kumham di Sumbar sebagai Law Centre, Jumat, 16 Juli 2010.

Menurut Patrialis, tidak semua kasus-kasus kecil dan kasus perdata diselesaikan dengan menegakkan hukum semata. Apalagi, saat ini Lapas sudah tidak sanggup menampung napi baru.

"Penjara sudah penuh, hidung dan kepala penghuninya sudah saling ketemu," kata Patrialis. Dan menurut data Menkumham, tercatat sebanyak 135 ribu orang menghuni Lapas saat ini. Jumlah tersebut dinilai telah over kapasitas.

Kedepan, penegakkan hukum harus mengacu pada rasa keadilan masyarakat. Jika mengabaikan rasa keadilan masyarakat, kata Patrialis, negara tidak punya perhatian pada rakyat.

Dijelaskan Patrialis, kasus-kasus hukum yang berkembang saat ini perlu mendapatkan pengontrolan dari negara. Kontrol negara diharuskan untuk mengontrol jalannya proses penegakkan hukum.
Penyalahgunaan hak diskresi yang dimiliki penegak hukum dilembaga Menkumham dinilainya telah mengorbankan rakyat kecil. "Jangan ada lagi kriminalisasi hukum," tegasnya.

Laporan: Eri Naldi | Padang