Minggu, 10 Oktober 2010

Aturan Baru Demo: Langsung Tembak
* Bila Sudah Berbuat Anarkis * Polisi Bisa Bertindak Atas Nama Pribadi atau Tim * Beralasan untuk Meredam Rusuh Massa yang Meluas * Aktivis Mahasiswa dan LSM Menentang
Aliansi Mahasiswa Peduli Massenrempulu menggelar demonstrasi di depan kantor DPRD Sulsel, Jumat (8/10/2010).
Minggu, 10 Oktober 2010 | 02:38 WITA
Jakarta, Tribun - Markas Besar (Mabes) Polri mengeluarkan aturan prosedur tetap (protap) yang baru yang memungkinkan polisi menembak langsung demonstran yang bertindak anarkis.
Kapolri Jenderak Polisi Bambang Hendarso Danuri saat memberikan pemaparan kepada jajarannya di Balai Pertemuan Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (8/10/) tengah malam hingga Sabtu (9/10) dini hari.
Kebijakan penanganan massa tersebut tertuang dalam Protap No 1/10/2010 tertanggal 2010 sebagai aturan baru atas protap sebelumnya yang masih menggunakan peringatan atau persusif.
"Protap sebelumnya saat eskalasi kerusuhan meningkat kita masih menggunakan peringatan untuk itu," ujar Bambang yang sebentar lagi memasuki masa pensiun.
Kapolri menambahkan, protap baru tersebut dikeluarkan karena adanya pemberitaan yang mengatakan polisi tidak tegas dan tidak mampu dalam menangani kerusuhan massa yang bersifat sporadis.
Menanggapi protap tersebut, aktivis mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat di Makassar langsung menentang  kebijakan tersebut.

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Abd Muttalib, menilai, protap tersebut bisa disalahgunakan di lapangan. "Harus jelas kriterianya, jangans sampai aparat di lapangan main serampangan. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi," kata Muttalib.
Tanggung Jawab
Menurut Kapolri, setiap anggota polisi diberikan tanggung jawab untuk menilai kemampuan diri sendiri atau secara tim dalam meredam aksi sporadis.
Manatan Kabareskrim Polri ini, protap tersebut telah dievaluasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Kontras.
Protap akan disosialisasikan kepada setiap petugas kepolisian. Kepala Deputi Operasional Polri Irjen Soenarko D A mengatakan petugas dapat melakukan tindakan awal peringatan dan pelumpuhan dengan senjata api. "Bisa diputuskan sendiri," ujarnya.
Namun bila petugas merasa tidak mampu, maka dia harus menghubungi pimpinan untuk mendapat dukungan dalam melakukan aksi pencegahan.
Dia menambahkan, menuturkan protap ini dikeluarkan karena maraknya tindakan kerusuhan masa yang mengarah kepada tindakan sporadis.
"Banyak kejadian kerusuhan yang sekarang lebih bersifat sporadis dengan menggunakan senjata tajam," ujar mantan Kapolda Maluku dan Jawa Barat ini.

Rawan Pelanggaran HAM


KEBIJAKAN tembak ditempat bagi aktivis demonstran sangat berbahaya bagi masa depan demokrasi.  Bagaimanapun juga unjuk rasa adalah salah satu media penyampaian aspirasi, pendapat, dan kritikan yang diatur dalam konstitusi dan undang-undang (UU).
Kalau kebijakan tembak di tempat itu diterapkan, maka dapat dipastikan akan meredam sikap kritis. Jangankan demonstran, teroris saja yang jelas-jelas pelaku kriminal tidak serta merta bisa ditembaki (eksekusi) di tempat karena ini melanggar asas praduga tak bersalah.
Jika tindakan kepolisian di lapangan lebih terukur dan dapat dipertanggunjgjawabkan, maka hal ini mesti melewati prosedur yang jelas.
Penerapan kebijakan tersebut tidak boleh serampangan sehingga bisa berbias pada pelanggaran HAM. Harus ada perhitungan dan kajian yang matang sebelum kebijakan seperti ini diterapkan.
Apalagi kalau individu-individu petugas yang diberi kewenangan untuk memutuskan langkah di lapangan. Hal ini bisa menimbulkan multi tafsir di kalangan polisi di lapangan sehingga sangat berbahaya.(bie)

* Abdul Muttalib, Direktur LBH Makassar